landasan pertama dalam berbuat kebaikan adalah

Dalamhal level kebaikan yang dilakukan, al-Syinqîthî dalam Adhwâ` al-Bayân mengklasifikasi level perbuatan baik menjadi tiga level. Pertama, level terendah (al-hadd al-adnâ), yaitu berbuat baik atau melaksanakan kewajiban hanya sekadar melepaskan kewajiban, seperti membayar zakat. Termasuk dalam pengertian ini adalah bersedekah (sunnat Mann Mit Grill Sucht Frau Mit Kohle. Jakarta - Berlomba-lomba dalam kebaikan atau dalam bahasa Arab disebut Fastabiqul khairat merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam Islam. Amalan inilah yang akan memberatkan timbangan kebaikan kelak di khairat termasuk salah satu ciri dari orang yang beriman. Dikutip dari buku Sunah-sunah Kecil Berpahala Besar oleh Muhammad Safrodin, orang-orang yang beriman terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu golongan orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, orang yang sedang muqtasidun, dan orang yang menganiaya diri sendiri zhalimu linafsihi.Perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 148. Allah SWT berfirmanوَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ - ١٤٨Artinya "Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." Al Baqarah 148Dalam Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawi dijelaskan, berlomba-lomba dalam menambah amal shalih ini merupakan sesuatu yang disyariatkan dan dianjurkan bagi setiap muslim. Berdasarkan riwayat Abu Dzar RA, pada zaman Rasulullah SAW, sempat terjadi persaingan di antara umat Islam dalam melakukan kebaikan. Namun, Rasulullah SAW tampak menyikapinya dengan sangat orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin dan sebagian Anshar dengan kondisi yang sama merasa bahwa kemampuan untuk melakukan dan memperbanyak kebaikan mereka sangat terbatas karena tidak memiliki harta untuk lalu bertanya kepada Rasulullah SAW untuk mendapatkan jalan keluar. Nabi SAW paham betul ambisi dan kerinduan kaumnya itu untuk mencapai derajat tinggi di sisi Allah SWT, beliau lalu mengobati jiwa mereka dengan memperlihatkan begitu luasnya pintu-pintu SAW menjelaskan bahwa terdapat amal-amal lain yang pahalanya sama dengan orang bersedekah. Setiap orang memiliki keutamaan sesuai dengan kemampuannya. Sebagaimana firman-Nya "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." QS. Al Baqarah 286Perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan tertuang jelas dalam Al Quran. Berikut dalil yang menjelaskan tentang perintah serta balasan bagi orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, termasuk mendapatkan ampunan Allah SWT1. Surat Al Baqarah Ayat 148وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ - ١٤٨Artinya "Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." Al Baqarah 1482. Surat Al Maidah Ayat 48وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهَاجًا ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَجَعَلَكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّلٰكِنْ لِّيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَآ اٰتٰىكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِۗ اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَۙ - ٤٨Artinya "Dan Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur'an kepadamu Muhammad dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan," QS. Al Maidah 483. Surat Al Hadid Ayat 21سَابِقُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۙ اُعِدَّتْ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖۗ ذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ - ٢١Artinya "Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." QS. Al Hadid 21 4. Surat Al Muthaffifin Ayat 22-26اِنَّ الْاَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍۙ - ٢٢ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَۙ - ٢٣ تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِۚ - ٢٤ يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍۙ - ٢٥ خِتٰمُهٗ مِسْكٌ ۗوَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَۗ - ٢٦Artinya "Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan,mereka duduk di atas dipan-dipan melepas dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup yang penuh diberi minum dari khamar murni tidak memabukkan yang tempatnya masih dilak disegel,laknya dari kasturi. Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba." QS. Al Muthaffifin 22-26Fastabiqul khairat dapat mendatangkan sikap istiqomah dan menumbuhkan akhlak mulia bagi setiap muslim. Simak Video "Cuaca Makkah Panas, Ini Imbauan untuk Jemaah Haji Indonesia" [GambasVideo 20detik] kri/erd وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ قاَلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم “كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ .” أَخْرَجَهُ الْبُخارِيُّ. Dari Jabir RA, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Seluruh perbuatan baik merupakan sedekah.”[1] Diksi ma’ruf yang digunakan dalam sabda Rasulullah ﷺ pada hadis ini adalah lawan dari munkar. Arti dari ma’ruf adalah kebaikan yang sesuai dengan prinsip ajaran Islam. Sedangkan kata kullu yang mendahuluinya bermakna seluruh atau semua. Maka gabungan antara keduanya menunjukkan keumuman seluruh kebaikan. Hadis ini menjelaskan bahwasanya sedekah di mata syariat bukan hanya terbatas pada harta, tetapi seluruh perbuatan baik segala bentuk kebajikan juga merupakan sedekah. Kebaikan apapun juga, entah kebaikan yang berkaitan dengan diri sendiri maupun kebaikan yang berkaitan dengan orang lain. Asal ia merupakan kebaikan maka ia pun merupakan sedekah. Telah datang pula dalam hadis-hadis yang lain dimana Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwasanya seluruh kebaikan secara rinci juga merupakan sedekah. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda, فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ “Setiap tasbih merupakan sedekah. Setiap tahmid mengucapan alhamdulillāh juga merupakan sedekah. Setiap tahlil mengucapkan lā ilāha illa Allah merupakan sedekah. Setiap takbir mengucapkan Allahu akbar juga bersedekah. Menyeru orang lain untuk melakukan kebaikan juga sedekah. Dan mencegah orang lain nahi mungkar dari perbuatan kemungkaran juga termasuk.”[2] Tashbih, tahmid, tahlil dan takbir adalah perbuatan yang kaitannya antara seorang hamba dengan Allah. Mengagungkan Allah termasuk sedekah. Maka yang dimaksud di sini adalah bersedekah kepada dirinya sendiri. Adapun yang berkaitan dengan orang lain, seperti amar makruf adalah sedekah untuk orang lain. Menyuruh orang lain untuk melakukan kebaikan berarti dia sedang bersedekah kepadanya. Bahkan Rasulullah ﷺ menyebutkan perkara yang dianggap oleh para sahabat sebagai perkara duniawi semata ternyata juga mengandung pahala sedekah. Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda, وَفِـيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ “Engkau menggauli istrimu juga termasuk sedekah.” [3] Jadi, menyenangkan hati istri dengan beberharapubungan dengan istri dinilai sedekah menurut kacamata syariat. Rasulullah ﷺ juga menyebutkan, تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَة “Demikian juga jika ada dua orang datang kemudian menjadikan engkau sebagai hakim pengambil keputusan jika engkau berbuat adil kepada keduanya maka berarti engkau telah bersedekah.” وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ “Demikian juga jika engkau membantu seseorang menaiki hewan tunggangannya atau engkau mengangkatkan barangnya di atas tunggangannya ini juga merupakan sedekah.” [4] Dari hadis-hadis di atas kita mengetahui bahwa sedekah tidak mesti dengan uang/harta. Membantu orang lain seperti mengangkatkan barang bawaannya, meletakkannya di atas tunggangannya atau di atas mobilnya juga merupakan bentuk sedekah, yaitu sedekah dengan tenaga. Dalam hadis yang lain Rasulullah ﷺ menyebutkan, وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ “Dan berkata-kata yang baik merupakan sedekah.”[5] Seseorang menahan dirinya dari perkataan buruk dan berusaha berbicara dengan perkataan yang baik dikatakan telah bersedekah. Jika sedang berbicara dengan saudaranya, orang tuanya, istrinya, atau yang lainnya, ia berusaha memilih kata-kata yang baik. Ketika seseorang berusaha memilih kata-kata yang baik dalam berbicara, sesungguhnya dia sedang bersedekah. Semua hadis-hadis di atas menunjukkan bahwasanya seluruh bentuk kebaikan merupakan sedekah dan tidak terbatas dengan harta saja. Hal ini juga menunjukkan bahwa sedekah tidak hanya bisa dilakukan oleh orang-orang kaya saja. Orang-orang miskin pun bisa bersedekah. Allah membuka cara sedekah yang bermacam-macam, tidak mesti dengan harta. Sebagian ulama mengatakan bahwa hal ini merupakan bentuk kasih sayang Allah ﷻ, yaitu Dia menjadikan ibadah itu bermacam-macam. Hal ini tentu akan dirasa mudah oleh setiap hamba. Bagi mereka yang memiliki kelapangan harta, maka bersedekahlah dengan hartanya. Bagi yang bisa bersedekah dengan tenaganya, maka bersedekahlah dengan tenaganya. Demikian pula seseorang dapat bersedekah dengan pikirannya, idenya, atau bahkan dengan senyumnya. Bahkan jika seseorang tidak memiliki semua kemampuan itu dan ditakdirkan oleh Allah hanya bisa tinggal di dalam rumahnya sendiri, ia pun masih bisa bersedekah dengan tasbih, tahmid, tahlil, takbir, dan dzikir-dzikir lainnya. Namun hal ini sekaligus juga merupakan ujian bagi hamba apakah ia berusaha memasuki sebanyak-banyaknya pintu-pintu kebaikan atau tetap lalai meskipun pintu-pintu kebaikan itu dibuka dalam bentuk yang bermacam-macam. Oleh karena keutamaan dari Allah itu, hendaknya kita bisa memanfaatkan pintu-pintu sedekah dan pintu-pintu kebaikan yang banyak itu. Jika kita bisa memasuki banyak pintu-pintu kebaikan tersebut, maka itulah yang terbaik. Namun jika kita tidak bisa masuk ke seluruh pintu-pintu kebaikan yang disediakan Allah, maka hendaknya kita masuk ke pintu kebaikan yang dimudahkan Allah ﷻ bagi kita. Footnote __________ [1] HR. Bukhari no. 6021 [2] HR. Muslim no. 720 [3] HR. Muslim no. 1506 [4] HR. Bukhari no. dan Muslim no. [5] HR. Bukhari no. dan Muslim no. – Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hambah Allah SWT. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah SWT. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril—yang menyamar sebagai seorang manusia—mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ رواه مسلم “Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah SWT memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an. “Dan belanjakanlah harta bendamu di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” al-Baqarah 195 “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”an-Nahl 90 Pengertian Ihsan Ihsan berasal dari kata حَسُنَ yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah اِحْسَانْ, yang artinya kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini. Jika kamu berbuat baik, berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” al-Isra’ 7 “…Dan berbuat baiklah kepada oraang lain seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” al-Qashash77 Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah SWT. Landasan Syar’i Ihsan. Pertama, Al-Qur`an Dalam Al-Qur`an, terdapat seratus enam puluh enam ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini. “…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” al-Baqarah195 “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….” an-Nahl 90 “…serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….” al-Baqarah 83 “…Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba sahayamu….” an-Nisaa` 36 Kedua; As-Sunnah. Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan—ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” HR. Muslim Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda اِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اْلِاحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ , فَاِذَا قَتَلْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الْقَتْلَةَ وَ اِذَا ذَبَحْتُمْ فَاَحْسِنُوْ الذَّبْحَةَ “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik…” HR. Muslim Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal ini lah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini. A. Ibadah Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat menikmatinya, juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya. Tingkatan Ibadah dan Derajatnya. Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, ia menempati jannatul firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang menandakan jauhnya jarak antara mereka. Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut. at-Takwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda. 2. Tingkat al-Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda. al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula. Pertama,Tingkat Takwa. Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk katagori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketaqwaan masing-masing. Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah dapat mengakibatkan sangsi dan melakukan salah satu larangannya adalah dosa. Dengan demikian, puncak takwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan meninggalkansemualarangan-Nya. Namun, ada satu hal yang harus kita fahami dengan baik, yaitu bahwa Allah SWT Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu, Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah SWT akan mengampuni hamba-Nya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak takwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik pada peringkat puncak takwa, boleh jadi ia akan naik pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat takwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang diterima oleh Allah SWT. Kedua, Tingkat al-Bir Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. hal ini dilakukan setelah mereka menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada peringkat sebelumnya, yaitu peringkat takwa. Peringkat ini disebut martabat al-Bir kebaikan, karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang diharamkan-Nya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya. Akan tetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam kelompok al-bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu peringkat takwa. Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk naik pada peringkat selanjutnya. Dengan demikian, barangsiapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang dia tidak mengimani unsur-unsur qaidah iman dalam Islam, serta tidak terhidar dari siksaan neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini al-bir. Mengenai hal ini, Allah SWT berfirman dalam kitab-Nya. “…Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah takwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” al-Baqarah 189 ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” Ali Imran 193 Ketiga, Tingkatan Ihsan Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua peringkat takwa dan al-bir. Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna—seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara metode. Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya. Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah. B. Muamalah Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu…” Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut 1. Ihsan kepada kedua orang tua. Allah SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya. “Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil.” al-Israa’ 23-24 Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar dengan ibadah kepada Allah. Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. Bersabda رِضَى اللهُ فِى رِضَى اْلوَالِدَيْنِ وَ سُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ اْلوَاِلدَيْنِ “Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.” Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman. Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik ketika hidup aupun setelah wafatnya, sebagimana hadits Nabi عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَارواه ابو داود Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idy berkata “Tatkala kami sedngan bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah seraya bertanya “Ya Rasulallah apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada Ibu Bapak saya setekah keduanya wafat?” Nabi menjawab “Ya, dengan mendoakan keduanya, memohon ampun unyuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung silaturrahmi dari sanak saudarnya serta memuliakan teman-temannya 2. Ihsan kepada kerabat karib Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman ”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?” Muhammad 22 Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman أَنَا اللَّهُ وَأَنَا الرَّحْمَنُ خَلَقْتُ الرَّحِمَ وَشَقَقْتُ لَهَا مِنْ اسْمِي فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ “Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku dengannya.” HR. Turmuzdi Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi.” HR. Syaikahni dan Abu Dawud 3. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya.” Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَبَضَ يَتِيمًا مِنْ بَيْنِ الْمُسْلِمِينَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ ذَنْبًا لَا يُغْفَرُ لَهُ Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda “Barangsiapa—dari Kaum Muslimin—yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni.” 4. Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُسْلِمُ عَبْدٌ حَتَّى يَسْلَمَ قَلْبُهُ وَلِسَانُهُ وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جَارُهُ بَوَائِقَهُ Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW Demi Yang jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya selamat tidak berbuat dosa dan tidaklah beriman sempurna keimanannya seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya. Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda لاَ يُؤْمِنُ بِي مَنْ باَتَ شَبْعَانًا وَ جَارُهُ جَا ئِعٌ وَهُوَ يَعْرِفُهُ “Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”HR. ath-Thabrani 5. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini َمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan. جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُو عَنْ الْخَادِمِ فَصَمَتَ عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُو عَنْ الْخَادِمِ فَقَالَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعِينَ مَرَّةً Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari.” HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi إِذَا صَنَعَ لِأَحَدِكُمْ خَادِمُهُ طَعَامَهُ ثُمَّ جَاءَهُ بِهِ وَقَدْ وَلِيَ حَرَّهُ وَدُخَانَهُ فَلْيُقْعِدْهُ مَعَهُ فَلْيَأْكُلْ فَإِنْ كَانَ الطَّعَامُ مَشْفُوهًا قَلِيلًا فَلْيَضَعْ فِي يَدِهِ مِنْهُ أُكْلَةً أَوْ أُكْلَتَيْنِ Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.” HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pridainya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai. Pada akhir pembahasan mnegenai bab muamalah ini, Allah SWT menutupnya firman-Nya yang berbunyi ”Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” al-Hajj 38 Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT. 6. Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا اَوْ لِيَصْمُتْ Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” HR. Bukhari dan Muslim Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda قَوْلُ اْلمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ “Ucapan yang baik adalah sedekah.” Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. 7. Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam. Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw, yaitu Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan giginya, kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka diazab oleh Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata اَلَّلهُمَّ اهْدِ قَوْ مِيْ فَاِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ “Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh.” Contoh kedua, suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada hamba sahaya perempuannya, “Kipasilah aku sampai aku tertidur.” Lalu, hambanya pun mengipasinya sampai ia tertidur. Karena sangat mengantuk, sang hamba pun tertidur. Ketika Umar bangun, beliau mengambil kipas tadi dan mengipasi hamba sahayanya. Ketika hamba sahaya itu terbangun, maka ia pun berteriak menyaksikan tuannya melakukan hal tersebut. Umar kemudian berkata, “Engkau adalah manusia biasa seperti diriku dan mendapatkan kebaikan seperti halnya aku, maka aku pun melakukan hal ini kepadamu, sebagaimana engkau melakukannya padaku”. C. Akhlak Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya. Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang—yang diperoleh dari hasil maksimal ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam sebuah hadits اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَ خْلَاقِ “Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.” Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, dimata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah SWT mengambil ruh ini dari kita. Wallahu a’lam bish-shawwab. dkwt Berbuat kebaikan kepada orang lain ternyata membawa banyak dampak positif bagi orang lain dan diri sendiri. Dengan menghargai orang lain, bersikap baik ke siapa saja, membuat orang lain merasa bahagia, dan sebagainya, itu dapat berefek positif untuk banyak orang. Perlu kamu ketahui, bahwa orang yang paling mendapatkan efek positifnya adalah dirimu sendiri, baik memiliki efek yang sangat besar untuk menjaga kesehatan mental seseorang. Kamu menjadi orang yang lebih berempati, memiliki belas kasih, dan pastinya akan lebih pandai dalam hal bersyukur. Berbuat baik tak selalu dilakukan melalui memberikan materi saja, melainkan memberikan perhatian, membantu sesama melalui tenaga pun termasuk dalam berbuat paling besar yang akan kamu rasakan yaitu ketenangan dan kedamaian hati. Selain itu, tentu masih banyak lagi dampak positif lainnya. Secara lebih jelas, berikut lima manfaat yang akan kamu rasakan setelah berbuat kebaikan kepada orang Meningkatkan suasana bahagia dalam hati ilustrasi bahagia PiacquadioSudah banyak yang merasakan dan membuktikannya sendiri, bahwa dengan berbuat baik kepada orang lain itu mampu meningkatkan suasana bahagia dalam hatinya. Nah, bagi kamu yang sering merasa takut, cemas, khawatir, dan sebagainya, cobalah untuk mulai berbuat kebaikan, ya. Kemudian, rasakan dalam hati, pasti kamu menjadi lebih tenang dan ini juga berlaku bagi kamu yang sering merasakan stres disebabkan oleh banyak hal. Kamu bisa mengatasinya dengan mulai berbuat kebaikan kepada sesama. Cara ini ampuh banget mengalihkan fokusmu dari segala permasalahan yang dihadapi ke berbuat kebaikan. Stres pasti akan berkurang dan hidup bisa menjadi lebih Hubungan sosial menjadi lebih kuat ilustrasi pertemanan PlavalagunaJika kamu selama ini merasa kurang baik dalam hal berhubungan sosial, lakukanlah kebaikan-kebaikan kepada sesama. Cara ini juga mampu menguatkan hubungan sosial yang sebelumnya lemah. Mulailah berbuat baik kepada keluarga, teman-teman, orang-orang sekitar. Bahkan, lakukanlah juga kepada orang yang gak kamu kamu bingung bagaimana caranya, mudah sekali, kok. Mulailah dari hal-hal yang mendasar dan paling sederhana dulu seperti, tersenyum, menyapa orang lain, atau mengucapkan terima kasih saat mendapatkan pertolongan dari mereka. Bahkan sekecil apa pun jenis bantuan atau pertolongan yang orang lain berikan kepadamu, tetaplah mengucapkan terima kasih sebagai bentuk menghargai ketulusan Kesehatan fisik dan mentalmu akan semakin baik ilustrasi berenergi positif sepanjang hari PiacquadioSalah satu dampak terbesar dari melakukan kebaikan kepada orang lain bagi diri sendiri yaitu mampu meningkatkan kesehatan fisik dan mental menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Berbuat baik memang dapat meringankan beban orang lain, namun sebenarnya dirimu sendirilah yang paling tertolong dalam hal kamu berbuat kebaikan, maka dirimu akan mendapatkan energi positif dan menyebar ke seluruh bagian tubuhmu, termasuk ke suasana hati juga, lho. Jelas hal ini dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mentalmu. Saat suasana hati bahagia karena bisa memberikan kebaikan kepada orang lain, maka berbagai hal baik pun akan kamu terima dan sangat berdampak kepada kesehatanmu sendiri. Baca Juga 5 Cara Sederhana Tebarkan Kebaikan via Online, Cobain, yuk! 4. Menjadikanmu gak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif ilustrasi orang berpendirian kuat AsmussenSeseorang yang mampu berbuat kebaikan kepada orang lain, pasti memiliki keteguhan hati yang kuat. Sehingga, hal tersebut mampu menghindarkanmu dari berbagai pengaruh negatif yang ada. Berbuat kebaikan selain akan membuatmu lebih tenang dan damai, tentunya juga dapat menjauhkanmu dari berbagai hal yang selalu berbuat kebaikan biasanya memiliki cara pandang dalam melihat suatu permasalahan dengan bijak. Dia gak akan mudah terpengaruh oleh hal negatif. Jika sedang tertimpa masalah, dia akan melihat permasalahan yang terjadi sebagai sebuah pembelajaran kehidupan. Jadi, jika kamu mampu berbuat kebaikan, maka kamu gak akan terjebak dalam hal-hal negatif. Kamu akan berusaha merasa nyaman dengan segala situasi dan Menjadikanmu lebih bisa menyayangi diri sendiri ilustrasi menyayangi diri sendiri ReedDengan memberikan banyak kebaikan kepada orang lain, itu juga akan memberikan banyak hal baik kepada diri sendiri. Selama kamu mengetahui bagaimana caranya berbuat baik kepada orang lain dengan bijak, maka kamu pun akan mengerti bagaimana caranya berbuat baik kepada diri sendiri. Dengan demikian kamu akan menjadi lebih mudah menyayangi diri karena itu, jangan ragu untuk memberikan kebaikan kepada sesama, ya. Karena dari situ kamu akan belajar juga tentang bagaimana caranya berbuat atau bersikap baik kepada diri sendiri. Dengan membantu orang lain, mereka akan menyayangimu dan di saat bersamaan, kamu pun akan semakin menyayangi dirimu kelima manfaat berbuat kebaikan kepada orang lain. Setelah membaca dampak berbuat baik di atas, apa yang bisa kamu simpulkan? Salah satunya adalah kamu menjadi lebih peka terhadap lingkungan dan diri sendiri. Jadi, masihkah kamu ragu untuk berbuat baik? IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis. Berbuat Baik﴿ الإحسان ﴾] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسيMahmud Muhammad al-KhazandarTerjemah Muhammad Iqbal GhazaliEditor Eko Haryanto Abu Ziyad2009 - 1430﴿ الإحسان ﴾ باللغة الإندونيسية »محمود محمد الخزندارمن كتاب هذه أخلاقنا حين نكون مؤمنين ص 487-491ترجمة محمد إقبال غزاليمراجعة أبو زياد إيكو هاريانتو2009 - 1430Berbuat Baikوَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَDan berbuat baiklah sebagaimana Allah I berbuat baik agama mewajibkan kepada para pengikutnya berbuat baik dalam segala hal dan tidak ridha dari para pengikutnya menyukai keburukan atau melakukannya. Maka sesuatu yang diajak oleh agama kita adalah yang tertinggi dari perbuatan kita sehari-hari yang salah yang merancukan gambaran akhlak dalam agama langkah pertama di atas pintu Islam, kita dituntut untuk memperbaiki Islam kita agar dilipatgandakan pahala kita. Al-Bukhari meriwayatkanإِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلاَمَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضعْفٍ وَكُلُّ سَيِّئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ لَهُ بِمِثْلِهَا"Apabila seseorang dari kalian memperbaiki Islamnya, maka setiap kebaikan yang dilakukannya ditulis untuknya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, dan setiap keburukan yang dilakukannya ditulis baginya seumpamanya."[1]Bahkan sesungguhnya tumpukan dosa di masa jahiliyah yang membebani pundak orang yang baru mendapat petunjuk, ia tidak bisa bebas darinya kecuali dengan taubat yang benar dan memperbaiki amal perbuatan. Karena itulah Nabi ﷺ‬ bersabdaمَنْ أَحْسَنَ فِى اْلإِسْلاَمِ لَمْ يُؤَاخَذْ بِمَا عَمِلَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ وَمَنْ أَسَاءَ فِى اْلإِسْلاَمِ أُخِذَ بِاْلأَوَّلِ وَاْلآخِرِ"Barangsiapa yang baik di dalam Islam, niscaya ia tidak terkana sangsi karena perbuatannya di masa jahiliyah, dan barangsiapa yang berbuat jahat di dalam Islam niscaya ia terkena sangsi karena dosa yang pertama di masa lalu dan yang terakhir."[2]Ihsan adalah profesional dalam bekerja, baik dalam pelaksanaan, dan bagus dalam memberi yang meliputi fenomena kehidupan seorang laki-laki yang benar-benar baik. Maka jika engkau melihat akhlaknya engkau menemukan akhlaknya yang baik, dan sesungguhnya orang yang paling dicintai dan paling dekat kepada Rasulullah ﷺ‬ adalah Yang paling baik akhlaknya darimu[3]. Dan apabila engkau melihat kepada semua perbuatan orang yang baik niscaya engkau menemukan perbuatan ihsan padanya secara umum, karena itulah Rasulullah ﷺ‬ mengabarkan bahwa termasuk sebaik-baik manusia adalahمَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ"Orang yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya."[4]Sesungguhnya semua asfek kehidupan merupakan lahan untuk menaiki tangga kebaikan, karena itulah larangan mengharap kematian dikarenakan yang disebutkan dalam riwayat al-Bukhariلاَيَتَمَنَّى أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ, إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ يَزْدَادُ وَإِمَّا مُسِيْئًا فَلَعَلَّهُ يَسْتَعْتِبُ"Janganlah seseorang darimu mengharapkan kematian, bisa jadi ia orang yang baik maka ia menambah kebaikan, dan bisa jadi ia adalah orang yang jahat maka kembali dari perbuatan jahat bertaubat."[5]Maka ihsan menggiringnya kepada taubat dan intropeksi diri sebelum tibanya kematian. Sehingga gambaran membunuh dalam qisas dan menyembelih, gambaran perbuatan keras yang bisa diisi dengan perbuatan ihsanوَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ"…dan hendaklah seseorang darimu menajamkan pisau goloknya dan melapangkan sembelihannya."[6]Shalat merupakan salah satu sarana untuk menanamkan sifat ihsan di dalam jiwa karena ia menghalangi dari perbuatan keji dan munkar dan seorang mukmin berdoa dengan dosa yang ma'tsurاللهُمَّ اهْدِنِي ِلأَحْسَنِ اْلأَخْلاَقِ لاَيَهْدِي ِلأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنيِّ سَيِّئَهَا لاَيَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ"Ya Allah, berilah petunjuk kepadaku kepada akhlak yang paling baik, tidak bisa memberi petunjuk kepada yang terbaik kecuali Engkau, palingkanlah dariku keburukannya, tidak bisa memalingkan keburukannya dariku kecuali Engkau."[7]Medan jihad merupakan salah satu kesempatan naik dengan akhlak, membersihkan tabiat buruk, dan menambah dalam ihsan. Disebutkan dalam sunan Ibnu Majah "Wahai Aktsam, berperanglah bersama selain kaummu niscaya baik akhlakmu dan engkau mulia bersama teman-temanmu…'[8] Biasanya keluar dari wilayahnya, termasuk yang berat terhadap jiwa dan bergabung bersama kaum yang lain dalam jihad fi sabilillah merupakan kesempatan untuk mendapat pengaruh kebaikan yang ada di sisi mereka dan memperbaiki budi pekerti dengan mengikuti yang paling utama yang nampak dari mereka. Pergaulan singkat biasanya menampakkan yang terbaik di sisi orang lain dan menutupi segala kekurangan yang nampak dalam pergaulan yang antara gambaran ihsan yang tertinggi –selamat bagi orang yang bisa sampai kepadanya- bahwa engkau membalas keburukan dengan kebaikan dan engkau mengikuti kebaikan yang ada pada setiap orang. Al-Bukhari meriwayatkan ucapan Utsman bin Affan t "Jika manusia berbuat baik maka berbuat baiklah bersama mereka, dan apabila mereka berbuat jahat maka jauhilah kejahatan mereka."[9]Tarbiyah Qur`ani menumbuhkan dalam jiwa seorang mukmin gambaran ihsan, karena dia diminta merenungkan kebaikan Allah I kepadanya berupa nikmat-nikmat yang tak terhingga, dan dia dituntut berbuat baik kepada makhluk seumpama yang demikian ituوَأَحْسِن كَمَآأَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكَdan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, QS. al-Qashash 77Di dalam al-Qur`an banyak sekali anjuran bagi seseorang agar berbuat baik untuk mendapatkan cinta Allah I, jaminan mendapat dukungan, tidak hilang pahala, dekatnya rahmat darinya, dan diberikan hukum dan ilmu sebagai balasan perbuatan baiknya, dan untuknya di akhirat al-Husna surga dan tambahan melihat Allah I di surga, keselamatan, dan apa yang dikehendakinya…'[10]Dan sangat banyak lahan perbuatan baik di depan da'i. Jika ia ingin dakwah maka dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan jika ia menghendaki ucapan maka siapakah yang lebih baik ucapan darinya? Dialah yang mengatakan kebaikan kepada manusia. Jika ia menyuruh maka dengan adil dan ihsan. Dia yang menyuruh manusia agar mengucapkan yang terbaik. Dan jika ia menolak orang-orang yang menentangnya atau berdebat dengan mereka maka dengan cara yang terbaik. Dia berbolak baik dalam gambaran ihsan sebagai pekerja dengannya dan mengajak bahwa engkau termasuk orang yang zalim kepada diri mereka sendiri yang jauh dari rahmat Allah Iإِلاَّ مَن ظَلَمَ ثُمَّ بَدَّلَ حُسْنًا بَعْدَ سُوءٍ فَإِنِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan Allah akan mengampuninya; maka sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. an-naml11Maka jadikanlah Allah I sebagai tujuanmu dan tambahlah perbuatan ihsan niscaya Allah I meluruskan langkahmu dan menjadi penolongmu terhadap orang yang جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَDan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. QS. al-'Ankabuut69Janji Allah I adalah kekal dan sunnah Allah I bersama orang-orang yang muhsin terus Agama kita mengajak kepada perbuatan Di antara gambaran ihsan adalah baik islamnya dengan taubat yang benar.- Ihsan dalam bekerja adalah mantap/ Ihsan kepada Ihsan dalam mengambil kesempatan Ihsan lahir dan Dosa merupakan penolong di atas Jihad menolong berbuat Gambaran ihsan yang tertinggi adalah membalas keburukan dengan Semua sektor dakwah adalah perbuatan ihsan.[1] Shahih al-Bukhari, kitab iman, bab 31, hadits no. 42.[2] Shahih al-Bukhari, kitab al-Murtaddin, bab 1, hadits no. 6921[3] Shahih Sunan Tirmidzi 2./196 Shahih.[4] Musnad Ahmad 5/40[5] Shahih al-Bukhari, kitab berangan-angan, bab 6, hadits no. 7235[6] Shahih Muslim, kitab berburu, bab 11, hadits no 1955.[7] Shahih Muslim, kitab para musafir, bab 26, hadits no. 771.[8] Mishbah az-Zujajah fi Zawa`I Ibnu Majah 2/118 Isnadndya lemah, dan ia mempunyai syahid penguat dalam Shahih Ibnu Hibban, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ia berkata hasan gharib.[9] Shahih al-Bukhari, kitab azan, bab 57, hadits no 695 mauquf atas Utsman t.[10] Isyarat kepada firman-NyaBagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik surga dan tambahannya.. QS. Yunus26Dan firman-NyaSesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. QS. al-A'raf56Dan firman-NyaMereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Rabb balasan orang-orang yang berbuat baik. QS. az-Zumar34

landasan pertama dalam berbuat kebaikan adalah